Raihlah Masyarakat Madani dengan Pendidikan Islam

Oleh: Dvi Afriansyah, S.Pd.I

Masyarakat Madani, merupakan wacana dan fokus utama bagi masyarakat dunia sampai saat ini. Apalagi di abad ini, kebutuhan dan tuntutan atas kehadiran bangunan masyarakat madani, bersamaan dengan maraknya isu demokratisasi dan HAM. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah, sejauh manakah Islam merespon masyarakat tersebut. Jawabannya adalah bahwa Islam yang ajaran dasarnya Alquran, adalah shalih li kulli zaman wa makan (ajaran Islam senantiasa relevan dengan situasi dan kondisi). Karena demikian halnya, maka jelas bahwa Alquran memiliki konsep tersendiri tentang masyarakat madani.

Banyak masyarakat yang menginginkan suatu perubahan dalam semua aspek kehidupan, yakni kehidupan yang memiliki suatu komunitas kemandirian aktifitas warga masyarakatnya, yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat dan agama. Dengan mewujudkan dan memperlakukan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, penegakan hukum, kemajemukan(pluralisme) serta perlindungan terhadap kaum minoritas.

Kondisi kehidupan seperti ini terlihat dalam konsep masyarakat madani yang ada pada zaman Rasulullah. Hal ini juga merupakan sebuah tuntutan dalam Alquran kepada manusia, untuk memikirkan merekonstruksi suatu masyarakat ideal berdasarkan petunjuk Alquran. Sebuah isyaroh Alquran mengenai masyarakat madani terdapat dalam surat Al Maidah: 48.

Konsep masyarakat madani merupakan konsep yang bersifat universal, sehingga perlu adaptasi dan disosialisasikan apabila konsep ini akan diwujudkan.Hal ini terjadi karena konsep masyarakat madani memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda. Apabila konsep ini akan diaktualisasikan maka diperlukan suatu perubahan kehidupan. Langkah yang kontinyu dan sistematis yang dapat merubah paradigma kebiasaan dan pola hidup masyarakat, untuk itu diperlukan berbagai terobosan dan penyusunan konsep serta paradigma baru dalam menghadapi tuntutan baru.

Dalam konsep umum, masyarakat madani tersebut sering disebut dengan istilah civil society (masyarakatsipil) atau al-mujtama’ al-madani, yang pengertiannyaselalumengacupada “pola hidup masyarakat yang berkeadilan, dan berperadaban”.

Dalam istilah Alquran, kehidupanmasyarakat madani tersebut dikonteks-kan dengan baldatun thayyibatun warabbun ghafur yang secara harfiyah diartikan negeri yang baik dalam keridhaan Allah. Istilah yang digunakan Alquran sejalan dengan makna masyarakat yang ideal, dan masyarakat yang ideal itu berada dalam ampunandan keridahan-Nya. “Masyarakat ideal” inilah yang dimaksud dengan “masyarakat madani”.

Sektor pendidikan memiliki peran yang strategis dalam membangun masyarakat madani. Pendidikan senantiasa berusaha untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul dalam masyarakat. Oleh karena itu peran pendidikan sangat diperlukan untuk mempersiapkan individu dan masyarakat, sehingga memiliki kemampuan dan motivasi serta berpartisipasi secara aktif dalam meng aktualisasikan masyarakat madani.

Pendidikan Islam di Indonesia masih menghadapi berbagai masalah dalam berbagai aspek. Upaya perbaikannya belum dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja. Selama ini, upaya pembaharuan pendidikan Islam secara mendasar, selalu dihambat oleh berbagai masalah mulai dari persoalan dana sampai tenaga ahli. Padahal pendidikan Islam dewasa ini, dari segi apa saja terlihat goyah terutama karena orientasi yang semakin tidak jelas (Muslih Usa, 1991:11-13). Berdasarkan uraian ini, ada dua alasan pokok mengapa konsep transformasi pendidikan Islam di Indonesia untuk menuju masyarakat madani sangat mendesak. (a) konsep dan praktek pendidikan Islam dirasakan terlalu sempit, artinya terlalu menekankan pada kepentingan akhirat, sedangkan ajaran Islam menekankan pada keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat. Maka perlu pemikiran kembali konsep pendidikan Islam yang betul-betul didasarkan pada asumsi dasar tentang manusia yang akan diproses menuju masyarakat madani. (b) lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dimiliki sekarang ini, belum atau kurang mampu memenuhi kebutuhan umat Islam dalam menghadapi tantangan dunia modern dan tantangan masyarakat dan bangsa Indonesia di segala bidang. Maka, untuk menghadapi dan menuju masyarakat madani diperlukan konsep pendidikan Islam serta peran sertanya secara mendasar dalam memberdayakan umat Islam,

Maka, dalam usaha pembaharuan pendidikan Islam perlu dirumuskan secara jelas implikasi ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang menyangkut dengan “fitrah” atau potensi bawaan, misi dan tujuan hidup manusia.

Konsep dasar teoritis pendidikan Islam, harus ditempatkan dalam konteks supra sistem masyarakat madani di mana pendidikan itu akan diterapkan. Apabila terlepas dari konteks “masyarakat madani”, maka pendidikan menjadi tidak relevan dengan kebutuhan umat Islam pada kondisi masyarakat tersebut (masyarakat madani). Jadi, kebutuhan umat yang amat mendesak sekarang ini adalah mewujudkan dan meningkatan kualitas manusia Muslim menuju masyarakat madani. Untuk itu umat Islam di Indonesia dipersiapkan dan harus dibebaskan dari ketidaktahuannya (ignorance) akan kedudukan dan peranannya dalam kehidupan “masyarakat madani” dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan Islam haruslah dapat meningkatkan mutu umatnya dalam menuju “masyarakat madani”. Kalau tidak umat Islam akan ketinggalan dalam kehidupan “masyarakat madani” yaitu masyarakat ideal yang dicita-citakan bangsa ini.

Demikian juga untuk mewujudkan masyarakat madani salah satu tranformasi pendidikan adalah dengan melakukan demokratisasi pendidikan. Tujuan demokratisasi pendidikan ialah menghasilkan lulusan yang merdeka, berpikir kritis dan sangat toleran dengan pandangan dan praktik-praktik demokrasi (Suryadi, 1999: 23).

Generasi penerus merupakan anggota masyarakat madani di masa mendatang. Oleh karena itu, mereka perlu dibekali cara-cara berdemokrasi melalui demokratisasi pendidikan. Dengan demikian, demokratisasi pendidikan berguna untuk menyiapkan peserta didik agar terbiasa bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat secara bertanggung jawab, turut bertanggung jawab, terbiasa mendengar dengan baik dan menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan keberanian moral yang tinggi, terbiasa bergaul dengan rakyat, ikut merasa memiliki, sama-sama merasakan suka dan duka dengan masyarakatnya, dan mempelajari kehidupan masyarakat. Kelak jika generasi penerus ini menjadi pemimpin bangsa, maka demokratisasi pendidikan yang telah dialaminya akan mengajarkan kepadanya bahwa seseorang penguasa tidak boleh terserabut dari budaya dan rakyatnya, pemimpin harus senantiasa mengadakan kontak dengan rakyatnya, mengenal dan peka terhadap tuntutan hati nurani rakyatnya, suka dan duka bersama, menghilangkan kesedihan dan penderitaan-penderitaan atas kerugian-kerugian yang dialami rakyatnya. Pernyataan ini mendukung pendapat Suwardi (1999: 66) yang menyatakan bahwa sistem pendidikan yang selalu mengandalkan kekuasaan pendidik, tanpa memperhatikan pluralisme subjek didik, sudah saatnya harus diinovasi agar tercipta masyarakat madani. Upaya ke arah ini dapat ditempuh melalui demokratisasi pendidikan.

Demokratisasi pendidikan tidak harus dimulai dari sistem pendidikan berskala nasional. Bahkan akan lebih efektif kalau dimulai dari sistem pendidikan berskala lokal berupa pendidikan di dalam kelas. Dalam proses proses belajar mengajar di kelas, demokrasi pendidikan dapat diarahkan pada pembaharuan kultur dan norma keberadaban, sebab menurut Zamroni (1997: 1) hal ini merupakan inti dari proses pendidikan.

Pelaksanaan demokratisasi pendidikan di kelas harus mampu membawa peserta didik untuk menghargai kemampuan teman dan guru, kemampuan sosial-ekonomi teman dan guru, kebudayaan teman dan guru, dan sejumlah kemajemukan lainnya (Vaizey, 1976: 115). Di samping itu, menurut Battle seperti yang dikutip Shannon (1978: 32) demokratisasi pendidikan dalam proses belajar mengajar juga dapat ditempuh dengan mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan dunia sekarang yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik dan masyarakatnya (pragmatisme), tanpa harus melupakan hari kemarin.

Dalam suasana proses belajar mengajar yang demokratis terjadi egalitarian (kesetaraan atau sederajat dalam kebersamaan) antara pendidik dengan peserta didik. Pengajaran tidak harus top down namun diimbangi dengan bottom up sehingga tidak ada lagi pemaksaan kehendak pendidik tetapi akan terjadi tawar-menawar kedua belah pihak dalam menentukan tujuan, materi, media, proses belajar mengajar, dan evaluasi hasil belajarnya.

Demikian juga perlunya Pendidikan yang Berakar dari Budaya, Yaitu pendidikan yang tidak meninggalkan akar sejarah baik secara kemanusiaan umumnya maupun sejarah kebudayaan suatu bangsa. Pendidikan ini diharapkan dapat membentuk manusia yang mempunyai kepribadian, harga diri dan percaya pada diri sendiri untuk membangun peradaban berdasarkan budaya.

Dengan konsep pendidikan di atas akhirnya dapat dijadikan desain model pendidikan Islam untuk membangun masyarakat madani.
Dalam bentuk operasionalnya sebagai berukut:
1. Mendesain model pendidikan umum Islami yang handal dan mampu bersaing dengan lembaga pendidikan yang lain. Dengan demikian visi misi dan tujuan pendidikan, kurikulum, materi pembelajaran, metode pembelajaran, manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman.
2. Model pendidikan Islam yang tetap mengkhususkan pada desain pendidikan keagamaan, yaitu benar-benar sesuai dengan konsep-konsep Islam.
3. Model pendidikan agama Islam tidak hanya dilaksanakan di sekolah formal tetapi juga di luar sekolah seperti di lingkungan keluarga masyarakat sehingga pendidikan agama dapat ditanamkan dan disosialisasikan yang menjadi kebutuhan peserta didik, akhirnya pendidikan agama Islam bukan lagi berupa pengetahuan yang di hafal tetapi menjadi kebutuhan dan perilaku aktual.

Konsep dasar pembaharuan pendidikan harus didasarkan pada asumsi- asumsi dasar tentang manusia meenurut aajaran Islam, filsafat dan teori pendidikan Islam yang dijabarkan dan dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi tentang manusia dan lingkungannya. Atau dengan kata lain pembaharuan pendidikan Islam adalah filsafat dan teori pendidikan Islam yang sesuai dengan ajaran Islam, dan untuk lingkungan (sosial – kultural) yang dalam hal ini adalah masyarakat madani. Konsep dasar pendidikan Islam supaya relevan dengan kepentingan umat Islam dan relevan dengan disain masyarakat madani. Maka penerapan konsep dasar filsafat dan teori pendidikan harus memperhatikan konteks supra sistem bagi kepentingan komunitas “masyarakat madani” yang dicita-citakan bangsa ini.

Allah telah membuktikan firmannya :”Qul Hal Yastawilladzina Ya’lamuna wal Ladzina la Ya’lamuun”. Ayat tersebut merupakan anjuran kepada manusia agar supaya kita menjadikan ILMU sebagai sesuatu yang paling berharga dan tameng dalam hidupnya.Dengan Ilmu manusia bisa menggapai segala-galanya, dengan ilmu manusia bisa meraih apa yang dicita-citakannya, dengan ilmu manusia mampu menerobos angkasa, dan masih banyak lagi.

Allah menjamin dengan Jaminan yang Pasti, bahwanya terdapat perbedaan yang sangat besar antara orang yang berilmu dan tidak berilmu, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya. begitu juga dalam menghadapi dan menyelesaikan sebuah permasalahan. orang berilmu menggunakan ilmu sebagai paradigma atau “pisau analisnya” melalui akal yang diberikanNya, sedangkan orang yang tidak berilmu mengambil cara pintas, dengan tanpa menganilasa sebab dan akibat yang akan ditimbulkannya.

Subhanallah, ternyata mahligai Ilmu dapat diraih dengan tafakkur, tadabbur, sehingga membawa manusia kepada kebahagian lahir dan batin yang menjadi idaman setiap manusia yang hidup di muka bumi ini.
Ingin bahagia lahir batin, dan dunia akhirat… dapatkan…carilah Ilmu….
Ingat…. Ilmu Allah sangat luas. *

Komentar